Pertanyaan:
Saya
adalah salah satu pelajar dari Qauqas, berikanlah fatwa kepadaku tentang
masalah ini. Dengan berdalil dari atsar orang-orang sufi, di Negara kami
menyunnahkan memberi makan atas orang yang telah meninggal. Bagaimana
penjelasan tentang atsar ini, Al Hafidz Abu Nu’aim berkata di dalam Al
Hilya, “telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Malik, menceritakan
kepada kami Abdullah bin Ahmad bin Hambal, ayahku menceritakan kepada kami,
menceritakan kepadaku Hasyim bin al Qasim, telah menceritakan kepada kami Al
Asyja’I, dari Sufyan, ia berkata, Thawus berkata,
إن الموتى يفتنون في قبورهم سبعاً
فكانوا يستحبون أن يطعم عنهم تلك الأيام
Sesungguhnya orang yang telah meninggal akan mendapatkan
ujian selama tujuh hari, maka disunnahkan untuk memberi makan dari mereka pada
hari itu.
Jawab:
Saya
tidak mendapatkan atsar ini di dalam naskah yang tercetak dari jalur imam Ahmad
Al Hafidz Abu Nu’aim di dalam buku Hilyatu Auliya’. Atsar tersebut dari
jalur Hasyim bin Al Qasim, menceritakan kepada kami Al Asyja’I dari Sufyan, ia
berkata, Thawus berkata, maka ia menyebutkan atsar tersebut. Ini sanadnya
shahih sampai Thawus, Al Asyja’I adalah Ubaidillah bin Ubaidurrahman ia tsiqah
dapat dipercaya. Sebagaimana di dalam kita Tahdhibu at Tahdhib. Sufyan
adalah Atsauri, imam Al hafidz yang sudah masyhur.
Imam
As suyuti rahimahullah berkata, “para perowinya shahih, Thawus termasuk kibarut
tabi’in. Abu Nu’aim di dalam kitab Al Hilyah berkata, “ia adalah
tingkatan pertama dari penduduk Yaman, Abu Nu’aim meriwayatkan darinya, ia
berkata, “saya bertemu lima puluh dari sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam”. Sufyan adalah Atsauri, ia bertemu dengan Thawus. Di salah satu
pendapat, Thawus meninggal pada tahun antara seratus sepuluh, sedangkan Sufyan
dilahirkan pada tahun Sembilan puluh tujuh. Kebanyakan riwayatnya dari Thawus
dengan perantara, Dari buku Al Hawi.(2/216) [1]
Atsar diatas sanadnya dhoif karena terputusnya sanad
antara Sufyan yaitu Atsauri dan Thawus. Oleh sebab itu Sufyan berkata, “Thawus
berkata” tanpa dari siapa dan tidak terdengar jelas. Seorang muhaqiq DR. Basim
‘inayah, “semua perawinya tsiqah kecuali bahwa atsar tersebut terputus antara
Sufyan dan Thawus. Maka atsar ini dhoif (lemah). [2]
Sesungguhnya penetapan imam As Suyuti rahimahullah
dianggap lemah dari dua sisi:
- Sesungguhnya hanya atsar dari Thawus Al Yamani rahimahullah yang selamat sanadnya. Adapun riwayat yang lain yang dari Ubaid bin Umair, sanadnya dhoif, dan atsar mujahid kami pada dasarnya tidak memutuskan. Maka dari itu, tidak tersisa kecuali riwayat dari Thawus, dan dengan ini hilanglah kekuatan atsar tersebut sumuanya.
- Apabila Atsar menyelisihi dhahir hadits-hadits yang shahih, maka yang lebih tepat adalah menjadikan hadits sebagai pemutusnya. Kita tidak memberi atsar tersebut sebagai hukum raf’I dan hujah. Hal tersebut karena banyak hadits yang menjelaskan fitnah kubur dan pertanyaan malaikat, yang secara dhahir menunjukkan bahwa hal tersebut terjadi sekali dan tidak sampai tujuh hari atau tidak diulangi sampi tujuh kali. Hadits yang paling masyhur adalah
يَأْتِيهِ مَلَكَانِ
فَيُجْلِسَانِهِ فَيَقُولَانِ لَهُ مَنْ رَبُّكَ فَيَقُولُ رَبِّيَ اللَّهُ فَيَقُولَانِ
لَهُ مَا دِينُكَ فَيَقُولُ دِينِيَ الْإِسْلَامُ فَيَقُولَانِ لَهُ مَا هَذَا الرَّجُلُ
الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ قَالَ فَيَقُولُ هُوَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَيَقُولَانِ وَمَا يُدْرِيكَ فَيَقُولُ قَرَأْتُ كِتَابَ اللَّهِ فَآمَنْتُ
بِهِ وَصَدَّقْتُ
“ada dua malaikat
mendatanginya seranya mendudukkannya. Malaikat itu bertanya, "Siapa
Rabbmu?" ia menjawab, "Rabbku adalah Allah." Malaikat itu
bertanya lagi, "Apa agamamu?" ia menjawab, "Agamaku adalah
Islam." Malaikat itu bertanya lagi, "Siapa laki-laki yang diutus
kepada kalian ini? ' ia menjawab, "Dia adalah Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam." malaikat itu bertanya lagi, "Apa yang kamu
ketahui?" ia menjawab, "Aku membaca Kitabullah, aku mengimaninya dan
membenarkannya.” HR. Abu Daud
[1] http://www.islam-qa.com
[2] http://fatwa.islamweb.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar