Ada suatu masalah yang dikenal di
kalangan para ulama yaitu masalah penggabungan atau memasukkan niat ibadah yang
satu pada ibadah yang lainnya. Di antara bentuk masalah ini adalah menggabungkan niat amalan wajib dan
amalan sunnah.
Penulis Mughnil Muhtaj, salah satu
kitab Syafi’iyah, Asy Syarbini rahimahullah mengatakan, “Seandainya seseorang
berpuasa di bulan Syawal dengan niatan qodho’ puasa, puasa nadzar atau puasa
lainnya, apakah ia juga akan
mendapatkan pahala
puasa sunnah atau tidak. Saya
belum menemukan ada yang berpendapat seperti ini. Namun pendapat terkuat, ia
akan mendapatkan pahala puasa sunnah tersebut.”[2]
Syaikh Muhammad bin Sholih Al
‘Utsaimin rahimahullah dalam Fatawa Ash Shiyam berkata: “Barangsiapa yang
melakukan puasa pada hari ‘Arofah (9 Dzulhijah), atau pada hari ‘Asyura (10
Muharram) sedangkan ia masih memiliki hutang puasa Ramadhan, maka puasa sunnah yang ia lakukan
tadi sah. Akan tetapi, apabila ia berniat melakukan puasa dengan niatan puasa
qodho’ Ramadhan yang bertepatan pada hari ‘Arofah atau pada hari ‘Asyura, maka
ia akan mendapati dua pahala, yaitu pahala
puasa untuk qodho’ dan pahala
puasa‘Asyura. Adapun
puasa enam hari di bulan Syawal, ia adalah puasa muqoyyad, artinya ada
kaitannya dengan puasa di bulan Ramadhan. Puasa Syawal boleh dilakukan setelah
qodho’ Ramadhan selesai ditunaikan. Seandainya seseorang melakukan puasa Syawal
sebelum qodho’ puasa Ramadhan, maka ia tidak mendapati ganjaran puasa Syawal
(yaitu pahala seperti puasa setahun penuh, pen). Karena Nabi shallalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
من صام رمضان ثم أتبعه بست من
شوال فكأنما صام الدهر
“Barangsiapa yang melaksankan
puasa Ramadhan, lantas ia ikuti dengan puasa enam hari Syawal, maka seakan-akan
ia melakukan puasa setahun penuh.”[3]Sudah
maklum bahwa orang yang masih memiliki utang/ qodho’ puasa, belum dianggap
melakukan puasa Ramadhan sampai ia menyempurnakan qodho’ puasanya.”[4]
Syaikh Sholih Al Munajjid hafizhohullah dalam Fatawanya
menjelaskan, “Sudah sepatutnya seseorang mendahulukan qodho’ puasa. Ini lebih
utama daripada melakukan puasa sunnah (tathowwu’). Namun jika waktu begitu
sempit dan khawatir akan luput puasa pada hari yang mulia seperti pada hari
‘Asyura (10 Muharram) atau pada hari ‘Arofah (9 Dzulhijah), maka berpuasalah
dengan niatan qodho’ puasa. Semoga dari situ ia pun bisa mendapatkan pahala
puasa ‘Asyura atau puasa ‘Arofah sekaligus. Karunia Allah sungguh amat luas.
Wallahu a’lam.”[5]
Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi
Tetap dalam Riset Ilmiyyah dan Fatwa) di Saudi Arabia pernah mengatakan,
لا يجوز
صيام التطوع بنيتين، نية القضاء ونية السنة
“Tidak boleh melakukan puasa
sunnah dengan dua niat sekaligus yaitu dengan niat qodho’ puasa dan niat puasa
sunnah.”[6]
Terkhusus puasa Syawal, tetap lebih utama seseorang melaksanakan
qodho’ puasa Ramadhan daripada puasa Syawal. Karena pahala puasa Syawal
(pahalanya seperti berpuasa setahun penuh) bisa diraih jika seseorang melakukan
puasa Ramadhan secara sempurna. Artinya, jika masih ada utang puasa, maka
seharusnya itu lebih didahulukan daripada puasa Syawal. Namun seandainya ia
tetap berpuasa Syawal, puasanya tetap sah. Pahala setahun penuh saja yang luput
darinya. Menurut pendapat paling kuat -. Wallohu a’lam.
[1] Lihat
Fatwa Al Islam wa Jawab no. 128256, http://islamqa.com/ar/ref/128256/.
[2] Mughnil Muhtaj ila Ma’rifati Ma’ani
Alfazhil Minhaj, Muhammad bin Al Khotib Asy Syarbini, Darul Ma’rifah, cetakan
pertama, 1418 H, 1/654
[3] HR.
Muslim no. 1164, dari Abu Ayyub Al Anshori
[4] Fatawa Ash Shiyam 438. Dinukil dari
Fatwa Al Islam wa Jawab no. 128256.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar