Ada yang menarik perhatian ketika Subuh pada hari itu. Kajian di masjid –ba’da Subuh- yang biasanya membahas masalah pembatal akidah, digantikan dengan ceramah dari pak M. Fauzil Adhim. Saya yakin, untuk sebagian orang, telah mengenal nama beliau ini. Seorang psikolog lulusan UGM yang banyak menulis buku-buku.
Pagi itu, pak Fauzil Adhim, menjelaskan materi tentang Finger Print Test, atau tes Sidik Jari, yang kebetulan, saat ini sedang nge-tren. Utamanya, setelah digembar-gemborkan oleh iklan salah satu produk susu.
Menarik untuk mencermati Finger Print Test ini. Karena ternyata, sebagaimana pelatihan Otak Tengah (nan mahal itu), dasarnya (baca: landasan teorinya) boleh dikatakan teramat minim.
Finger Print Test diklaim mampu memberikan gambaran anak, tentang bakatnya, apakah ia seorang yang suka pada alam (naturalis) atau logikanya yang kuat atau lebih senang kepada seni dan semacamnya.
Inilah yang dipakai sebagai ‘dasar’ untuk mengembangkan potensi seorang anak, sedari dini.
Pak Fauzil menerangkan asal usul dari Finger Print Test ini, yang dasarnya dari teori pada tahun 1600-an. Dimana, masa itu, kepribadian diidentikkan –salah satunya- dengan bentuk tubuh, bentuk wajah dan seterusnya. Dari sinilah, teori Finger Print Test ini dibangun.
Yang menjadi permasalahan sebenarnya adalah bagaimana teori ini, mengalami sebuah ‘lompatan’ ketika dipakai sebagai dasar. Maksudnya, bagaimana bentuk dari finger print yang berpola ombak, diterjemahkan menjadi bentuk kepribadian tertentu. Ada “missing link”. Sebagai pengetahuan yang ilmiah, seharusnya ditunjang dengan bukti-bukti empiris, yang sayangnya, ini tidak didapatkan dari Finger Print Test ini.
Dan kata pak Fauzil, ini adalah merupakan ciri dari ilmu yang pseudo science. Dikatakan science akan tetapi, tidak mempunyai bukti ilmiah (kalau tidak mau dikatakan sangat minim). Mirip seperti Neuro Linguistik Program (NLP) atau yang masih booming, pelatihan Otak Tengah.
Bahayanya terhadap akidah muslim.
Menyitir sebuah buku yang berjudul “Test Sidik Jari”, pak Fauzil mengatakan bahwa pada hakikatnya, Finger Print Test tak lebih seperti halnya “Ramalan Bintang”. Di beberapa kolom koran atau majalah, sering kita menjumpai rubrik ramalan bintang, yang meramalkan kondisi seseorang yang berbintang ini dan itu, kedepannya bagaimana.
Lantas, bagaimana bisa hasil Finger Print Test itu bisa dikatakan sama dengan Ramalan Bintang?
Orang yang percaya kepada Ramalan Bintang, ia percaya bahwa nasibnya (beberapa waktu ke depan), sudah ditetapkan. Padahal, masalah nasib seseorang di kemudian hari, adalah termasuk hal yang ghaib. Manusia dituntut untuk berusaha, dan baru kemudian bertawakal atas hasilnya. Sesuai dengan harapan, atau malah gagal.
Hasil Finger Print Test, mengisyaratkan, bahwa si Anu, mempunyai bakat ini dan itu, punya kepribadian ini dan itu, yang tidak dapat diubah! Disini poin pentingnya. Jika, dengan hanya melihat hasil tes sidik jari itu kemudian nasibnya sudah ditentukan, lantas, untuk apa berusaha. Untuk apa adanya dakwah?
Padahal, sebagaimana sudah disinggung, seorang muslim berakidah bahwa tidak ada sesuatu pun yang terjadi pada diri seseorang, kecuali atas kehendak Allah. Bukan yang lainnya, seperti ramalan bintang, atau karena binatang ini dan itu, atau yang lainnya(dikenal dengan istilah syar’i sebagai tathayyur).
Jadi, percaya kepada hasil test sidik jari ini, bisa berpengaruh kepada akidah seorang muslim. Orang tua, yang percaya bahwa anaknya begini dan begitu (karena hasil testnya demikian), mengarahkan ‘mati-matian’ agar anak bisa berkembang secara optimal dengan bakatnya itu. Padahal, test tersebut dibangun dengan tingkat keilmiahan yang rendah, disamping –sebagai muslim- kita percaya bahwa Allah-lah yang menentukan nasib seseorang. Bukan hasil test.
Memang, dalam kasus-kasus tertentu, sidik jari bisa dipakai sebagai dasar. Misalnya saja, untuk keperluan masalah kriminalitas. Sidik jari manusia yang berbeda satu dengan yang lainnya, bisa diidentifikan secara ilmiah. Kalau untuk ini, tidak ada masalah. Tetapi, masalah terjadi ketika sidik jari, menjadi tools utama untuk menentukan nasib seseorang. Sebuah ‘lompatan’ teori yang cukup sensasional!
Terakhir, disinyalir bahwa Finger Print Test ini, asalnya dari Malaysia, walaupun ada yang mengatakan dari Singapur. Dikatakan dari Singapura, dengan tujuan ‘selling pointnya’ bisa lebih bagus dari sisi marketing. Dan, kita tahu, bahwa pelatihan Otak Tengah juga, berasal dari Malaysia, dimana dari sisi pembuktian secara ilmiah, boleh dikatakan sangat minim!
Demikian, sedikit penjelasan yang saya dapatkan dari pak Fauzil Adhim masalah Finger Print Test. Saya yakin, tak seluruh materi pak Fauzil dapat saya gambarkan secara tepat, akan tetapi, mudah-mudahan, inti materi yang disampaikan beliau –yakni bahaya hasil Finger Print Test kepada akidah- bisa tersampaikan lewat pemaparan tulisan ini.
Wallahu a’lam
kesimpulan dari www.faktailmiyah.com:
Hubungan sidik jari dan bakat masih sangat controversial. Hanya ada satu penelitian ilmiah yang mendukung dari sekian banyak yang ada. Sebagian besar kampanye hubungan sidik jari dan bakat hanyalah pseudosains. Memakai istilah sains seolah apa yang ia klaim didukung fakta ilmiah. Hal ini selalu terjadi pada masyarakat kita yang awam dan tidak berpikir kritis. Pendidikan tidak sesederhana kecerdasan ganda, NLP, peta pikiran, sidik jari, otak kiri otak kanan, ESQ, mitos 10% otak, kata-kata ahli motivasi, mitos perkembangan otak, reiki, aktivasi otak tengah, dsb. Pendidikan melibatkan seluruh otak, tiap orang khas, dipengaruhi sekian banyak faktor yang membuat para ilmuan dan pendidik pusing ratusan tahun lamanya. Menyederhanakannya semata lari dari masalah untuk harapan semu. Dari pada anda menggunakan 500 ribu rupiah uang anda untuk terapi, lebih baik anda gunakan untuk menghabiskan waktu bersama anak anda, menyanyi, ngobrol, membaca, bermain bersama, membelikannya sayur dan buah dan menghindarkannya dari pengaruh buruk televisi. Cara sederhana tapi selalu terbukti untuk perkembangan kecerdasan dan bakat anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar